Gue itu pelupa, pake banget. Kadang gue berfikir kalo kayanya gue punya amnesia akut. Hushhh... naudubillah...

Tapi emang separah itu! kadang gue lupa dimana naro hape padahal lagi dipegang ama tangan sendiri. Kadang lupa dimana naro kunci dan pada akhirnya harus panggil tukang kunci untuk buka pintu kamar. Sering banget ga hadir seminar padahal udah daftar cuma karena lupa sama tanggal acaranya -_-

Makanya ga aneh kalo ada banyak banget catetan di mana-mana. Di sticky notes laptop, di sceadule hape, di lemari gue juga suka banyak catetan untuk sekedar ngingetin kalo hari ini adalah jadwal gue nyuci atau ngambil baju di jemuran.

Ntahlah gue harus bersukur atau sedih sama penyakit gue ini, gue rasa pasti Allah kasi penyakit ini juga untuk kebaikan gue. Pasalnya, gue adalah orang paling cengeng sedunia. Gue suka tiba-tiba ngeluarin air mata cuma karena denger nama orang yang gue sayang. Contohnya orang tua. Kalo lagi nonton film mah gausah ditanya, sebungkus tissue yang 2000-an langsung abis seketika.

Nah, kembali lagi ke kasus pertama, mungkin emang Allah sengaja kasih gue penyakit lupa biar gue ga terlalu berlarut-larut sama hal yang bikin gue sedih, mungkin dengan penyakit lupa itu Allah pengen gue selalu liat ke depan dan gausah megingat-ingat lagi kekelaman yang pernah gue alami sebelumnya. Hmmm....

Kadang gue berfikir, kalau saja Allah gak kasi gue penyakit ini mungkin gue akan suka tiba-tiba nangis tanpa ada sebab. mungkin akan lebih berat buat gue yang nangisan harus ngejalanin hidup karena gue terus mengingat hal hal sedih yang pernah gue alamin sebelumnya.

Dari sini gue belajar, bahwa memang apapun yang kita terima dari Allah ini, adalah suatu hal yang terbaik yang perlu kita syukurin. Karena mungkin di satu sisi, ini terlihat gabaik buat kita, tapi sebenarnya itu adalah hal terbaik yang pernah Allah kasih buat kita.

Udah gitu aja, penting gak sih gue juga gatau hehe bye!


Gatau udah berapa tahun ga pernah nulis-nulis lagi, dulu biasanya malah gabisa hidup kalo ga nulis. Lingkungan itu pengaruh banget sih menurut gue. Entah apa yang bikin gue jadi segini stuck-nya selama ini. Padahal sebenarnya gue berada di lingkungan dimana seharusnya gue bisa berkembang dengan sangat baik termasuk dalam hal tulis menulis. Dan sekarang, di saat dimana gue harus meninggalkan lingkungan itu, gue jadi kaya ditampar beribu kodam, “selama ini gue tinggal di tempat ini ngapain aja ampe lupa sebegininya ama kegiatan tulis menulis?” tapi yaudah lah ya, gue juga bukan orang yang suka menyesali apa yang sudah terjadi, gue bukan tipe orang yang suka bersedih hati dan bertopang dagu sebab sesuatu yang memang itu kesalahan gue.
Jadi mari kita benahi semuanya, gue tau kemampuan menulis gue ga akan sebagus dulu. Jelas! Tapi manusia harus bangkit lagi ketika dia merasa dia pernah jatuh. Gue tahu tulisan gue pasti ga kesusun dengan rapi alias acakadut, biarlah! Biar aja gue jalanin apa adanya! Semoga dengan kembali menulis gue bisa memperbaiki lagi kemampuan menulis gue.
Sekarang jadi kaya harus bikin jadwa untuk nge-post blog gitu biar latihannya ga bolong-bolong. Enaknya berapa kali seminggu? Atau berapa kali sebulan? Setidaknya dengan adanya jadwal, gue ga lupa dengan kewajiban menulis gue, biar gue ga kebelenger sama urusan-urusan yang ga pernah jelas itu. Haha. Oke, seminggu aja kali? Karna kerjaan gue lagi padat ahir-ahir ini, you know kuliah gue yang di kampus aja belum kelaran tapi gue udah diterima jadi pembina di salah satu yayasan. Alhamdulillah sih, di saat sebagian temen-temen gue bingung cari kerja abis lulus kuliah, gue yang masih empot-empotan ngelarin proposal udah ditawarin untuk berkontribusi di satu yayasan dan dapat kedudukan yang menurut gue,,, itu sangat penting. Dan menurut aba gue itu sangat mulia.
Eh cerita dikit deh, kemaren pas gue di terima di tempat kerja itu dan laporan sama aba, aba langsung kasi respon baik. Menurut dia memang seharusnya kita jadi pendidik. Sebab pendidik itu profesi paling mulia, ga ada orang yang lebih baik daripada orang yang mau membagi pengalaman dan ilmunya ke orang lain. Gue sih sebenarnya ga pengen berkecimpung di dunia itu, gue lebih pengen ada di salah satu lembaga agama yang bersifat kemasyarakatan seperti misalnya kementrian atau MUI. Tapi memang mungkin harus bertahap sih, yang penting lo menjalani apa yang lo kerjain sekarang dengan semaksimal yang lo bisa. Ga usah terlalu banyak ekspektasi, karena kalo terlalu ngejar mimpi, lo ga akan ngenikmatin yang namanya usaha. Lo akan ngerasa susah untuk sekedar bersyukur bahwa lo sudah ada di titik yang sekarang.
Menurut gue, ngelakuin sesuatu dengan maksimal udah bisa nganterin lo ke tempat yang lo inginkan suatu saat nanti. Asalkan kita punya arah dan tujuan aja dalam hidup. Gue ga pernah punya ekspektasi yang tinggi dalam hidup gue harus ini harus itu. toh nyatanya sekarang, berada ditempat ini adalah sesuatu yang ga pernah gue bayangkan sebelumnya.
Udah gitu aja sih, untuk selanjutnya mungkin gue akan kasi tema untuk setiap tulisan gue. Temanya tergantung mood aja, bisa dari sesuatu yang gue alamin atau dari buku yang gue baca. Intinya gue pengen nulis aja, biar gue ngerasa kalo otak gue kepake gitu meski dikit hehe. Buat dibaca-baca juga nanti kalo pas dah tua sekalian nostalgia masa kuliah yang udah tinggal sedikit. Yaudah, see you... :)

Ciputat, 12 Juni 2017

Apa senja selalu berwarna jingga? Menurutku tidak, saat sendu ia kelabu, saat haru dia biru. Kita pun begitu, kadang gelakan tawa, kadang juga tangis memecah. Tapi ini bukan tentang warna langit senja. Ini tentang apakah kita menikmati semua warna yang dihasilkan senja. Ini tentang apakah kita menikmati proses dari setiap inci yang telah kita cipta. Ini tentang Kita.  
Maka aku mohon ceritakan lagi, Be. Tentang pelangi indah kita di kota itu. Beserta roda-roda sepeda yang bergulir menemani langkah kita menjemput asa. Kau dan pagi adalah semangatku. Seperti ayam singgahan yang kau lahap sebelum jam pelajaran kedua.
Ceritakan lagi, Be. Kapan kita akan kembali ke kota itu. Mungkin nanti kita akan lebih dewasa. Sama seperti pohon ceri yang tiap sore kau petik, menyembunyikanku yang diam diam menikmati senyummu.
Ceritakan lagi, Be. Sore dan punggungmu selalu menjadi cerita paling indah. Sawah hijau yang kita lewati menjadi saksinya, aku selalu ingin berjalan di belakangmu. Mengikuti kemanapun engkau tuju.
Ceritakan Be. Ceritakan lagi padaku bahwa engkau akan tetap di sini. Sama seperti semua kenangan indah kita di kota itu....

                                                   Ciputat, 24 februari 2016



Dulu, saya orang yang gabisa lepas dari menulis. Semua hal yang saya alami, yang saya rasakan dan saya pikirkan semua saya tulis. Apapun, bahkan hal-hal kecil yang menurut orang lain tidak perlu ditulis bisa jadi bahan untuk saya tulis. Banyak teman bertanya kenapa menulis? Entahlah, tapi yang jelas menulis itu menyenangkan. Saya merasa bahwa menulis adalah satu satunya cara dimana saya bisa berekpresi dengan jujur, No compulsion. Dan itu menenangkan. Kenyataan bahwa tidak semua teman bisa menjadi tempat curhat yang baik membuat saya berfikir untuk menciptakan sesuatu yang menyenangkan. Dan itu berhasil, menulis membuat saya memiliki dunia saya sendiri, dunia yang unobstructed, dunia yang bebas.
Menulis berarti belajar. Belajar untuk jujur terhadap rasa, belajar untuk berani mengungkap dan menceritakan segala peristiwa, belajar untuk peka terhadap segala hal yang terjadi di sekeliling kita. Menulis tidak hanya membuat saya bebas berekspresi, ia juga memberi ruang dimana saya bisa belajar banyak hal. Dari menulis, saya belajar tentang keberanian, kejujuran, kepekaan.
Sebagian mungkin menulis agar tulisannya dapat dimuat dan menghasilkan pundi –pundi rupiah. Tapi saya lebih memaknainya sebagai bagian dari warisan sejarah. Bahwa menulis adalah upaya mengikat apa yang telah kita lalui ke dalam kertas yang suatu saat entah kapan bisa dibaca ulang dan dikenang kembali. Menulis adalah bekerja untuk keabadian, seperti kata Pramoedya Ananta Toer “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dalam sejarah” .
                                                         Ciputat, 23 Februari 2016

Baby, two years ago, I met a man with his seriousness tell me that he loves me. I thought he was just like my other friends, but he proved that he was not and I totally was wrong. So he is you, the man I love very much. I still remember the first time you shoot me. I still remember how I felt the first time you say it. It was amazing, you were amazing. I knew from that every moment on. I would be your whole world and you would be mine.
You are a million things that I never could have imagined. Even though I think that I haven’t been the best friend for you, the way you look at me teels the opposite. I have learnt so much from you and will continue do so for the years to come. Hove to forgive, how to love unconditionally, hpw to cherish every small things in life. You have made my life worthwhile.
Im here when you need me. I wont always get it right, but I will always be here and I’ll always try. I hope you’re always happy, always healty, I hope you’ll stay in Allah’s path. I hope Allah always guide and light every step of your way. I love you so much Bebek. Happy 21st birthday my best man. You are, without a doubt, the best thing that’s ever happened to me. 

                                                                            
                                                Friday, 19th of Februari 2016